Inilah sang Penjaga Utara, Sebira. Pulau ini berada di wilayah Kepulauan Seribu paling utara. Lokasinya 100 mil laut alias 160 km dari daratan Jakarta. Mercusuar, sang pemandu kapal, ada di pulau ini sejak zaman Belanda. Kini, Pulau Sebira lebih dikenal dengan ikan selarnya.
Kapal dengan lebar kurang dari tiga meter dan panjang sekitar dua puluh meter itu sudah menanti rombongan kami di Pelabuhan Pulau Harapan, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Saat barang dan kami sudah lengkap naik, kapal melepas tali ikatnya.
Sebira atau juga disebut Noord Wachter alias Jaga Utara. Karena sejak zaman Belanda pulau ini digunakan untuk menandai adanya daratan, sehingga dibangun mercusuar. Satu-satunya mercusuar di Kepualaun Seribu. Pulau ini masih masuk Kelurahan Pulau Harapan. Berpenduduk sekitar 500-an orang, pulau berpenduduk paling utara di Kepulauan Seribu. Luasnya sekitar 8, 82 Hektar. Hanya sepersepuluh luas lapangan Monumen Nasional atau Monas. Dulu, tidak berpenghuni dan baru ditempati pada akhir 70an. Hampir 95 persen penduduknya adalah orang Bugis.
"Perjalanan berapa lama Pak?" tanya saya ke kapten kapal yang siang itu memakai topi dan kacamata rayban dengan kaca silver metalik. "Tiga jam lebih," jawab Kapten Nasir orang asli Sebira, yang ada di balik kemudi kapal. Saya kemudian ke buritan, duduk di bangku kayu tinggi paling belakang. Kapal ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian depan ada tempat untuk box ikan dan ada beberapa baris kayu untuk duduk. Lalu tengah, bagian ini yang mempunyai dinding kayu, tempat kapten lalu ada kotakan tinggi, kami buat untuk menyimpan tas. dibawahnya adalah mesin kapal. Bagian buritan ada tiga baris tempat duduk kayu, bagian paling belakang adalah toilet, di kotak kecil, dan buangnya langsung ke laut lepas.
Perjalanan diawali dengan melewati pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Harapan. Pulau-pulau ini dijadikan destinasi wisata island hopping dan snorkeling. Kapal ini juga sering membawa wisatawan ke sini. Langit cerah, kapal melaju tenang. Sekitar satu jam perjalanan ombak mulai membesar, pulau masih nampak dalam jarak pandang. Cipratan air laut membasahi orang-orang yang duduk di haluan. Kami masih tertawa-tawa dan melakukan games-games ice breaking.
"Itu kilangnya sudah kelihatan, kita tidak begitu jauh lagi sampai. Satu jam." ungkap kakek yang duduk di sebelah saya, akiknya menjulang di salah satu jarinya. Kilang minyak lepas pantai terlihat di kejauhan depa kapal, hitam. Pulau terakhir baru saja kami lewati. Namanya pulau dua, dua pulau berhadapan di sebelah kiri kapal. Kira-kira tiga ratus meter.
Prssstttttsss. Tiba-tiba mesin mengeluarkan suara aneh. Mesin tersendat. Ternyata pompa air bermasalah, mesin kapal harus dimatikan. Jika tidak mesin kapal bisa rusak. Pak Nasir dan ABKnya yang bernama Azis mencoba memperbaiki. Kapal terombang-ambing lebih kencang. Tanpa tenaga, kapal seperti kayu mengambang yang dibawa ombak, yang di kapal rasanya semakin menimbulkan mual terkena goncangan kiri kanan. Saran teman kami benar, "Kalian harus berangkat siang, ombak masih bersahabat. aku pernah mesin kapal mati pas malam. Itu ga asyik." Tawa kami mulai mereda, namun masih yakin kapal masih bisa diperbaiki. Sekitar 30 menit kapal diperbaiki dan bisa kembali berlayar. Kapal sempat dijemput, tapi kapal Pak Nasir sudah bisa melaut lagi.
Pelabuhan Sebira dipenuhi beberapa perahu nelayan, tertambat di kanan kiri kami. Ada bagian dermaga yang ada atapnya, posisi utama untuk menaikturunkan orang. Dari jauh nampak rndang dengan tiga pohon besar dibalik dermaga. Hujau menjulang. Depan dermaga di sebelah kanan adalah pintu masuk utama ke Pulau, ada tulisan besar "Selamat Datang di Pulau Sebira. Kelurahan Pulau Harapan" di papan besar biru di atas jalan. Jika melewati plang nama kita akan memasuki jalanan kampung yang terbuat dari paving block, kanan kiri adalah rumah penduduk.
Rumah di sini ada dua jenis, ada yang rumah Bugis. Rumah panggung kayu dengan lorong di bawah dan rumah biasa. Rumah panggung kayu serupa juga banyak ditemui di pulau Kelapa Dua di Kelurahan Kelapa Pulau Seribu. Maklum, keduanya adalah sama-sama didiami orang-orang Bugis. Termasuk Pak Nasir yang tinggal di Kelapa Dua. Namun katanya orang sekarang lebih banyak membangun rumah biasa, karena kayu sebagai bahan utama rumah bugis susash untuk didapatkan, lebih gampang beli semen dan batu bata.
Jika berbelok kiri dari Pelabuhan, kita akan melewati dua pohon yang sangat besar. Dari titik ini akan terlihat mercusuar yang menjulang diantara daun-daun pohon. Sama, perkampungan penduduk juga ada di kanan kiri jalan. Ini juga merupakan jalan menuju sekolah, tempat kami menginap di rumah dinas kepala sekolah dan guru.
Salah satu tempat di Sebira yang wajib dikunjungi adalah mecusuar. Ada 11 tingkat untuk keatas, sayang ada bagian yang rapuh. Sehingga niat naik ke atas harus dibatalkan. Namun, berkunjung dibawahnya aja cukup menyenangkan. Apalagi saat langit cerah. Langit Sebira bukan langit Jakarta yang berwarna kelabu. Langitnya berwarna biru terang, tidak kalah dengan langit Indonesia Timur. Kompleks mercusuar ini cukup asri, kita bisa mengobrol dengan penjaganya.
Untuk mencapai Mercusuar ini bisa dari beberapa jalan, jalan perkampungan atau memutar melewati pantai. Pantai barat Sebira mempunyai tanggul, dimulai dari arah pelabuhan mengitari hampir separo pulau. Tanggul ini lebar atasnya sekitar satu meter, pas dilewati satu orang. Jika ditelusuri bisa melewati belakang mercusuar, jika diteruskan mentok lapangan sepakbola.
Pantai barat ini pas untuk menikmati sunset. Pandangan langsung ke laut luas. Ada satu titik ada pohon yang tumbuh sendirian di pinggir laut. Instagramable banget! |
Dekat lapangang bola, ada penangkaran penyu. Penangkaran ini belum lama berdiri, seiring kesadaran pelestarian lingkungan dari masyarakat dan anak-anak muda Sebira. Ada tukik-tukik baru yang dilahirkan satu hari sebelum kami datang, jadi umurnya baru dua hari.
Ada beberapa bak yang berisi tukik dan penyu muda. Air laut dipompa untuk memenuhi bak-bak ini. |
Pantai Timur Pulau Sebira. Salah satu spot untuk snorkeling ada di pantai timur. Lokasinya depan Dermaga Timur. Pada saat kami datang ada kapal yang karam separo, di situlah tempat yang bagus untuk snorkeling. dari bibir pantai sekitar 200 meter dengan melewati karang-karang. Kedalaman lautnya lebih dari dua meter di sekitar kapal itu. Pun bisa lompat ke laut dari kapal, dengan catatan kalo kapalnya sekarang masih ada. Dulu sempat ada kano fiber, tapi kata anak-anak sekarang kano itu rusak.
Hal yang paling mudah ditemui di Sebira adalah lahan untuk menjemur ikan asin. Ada di pantai timur, dekat pelabuhan, depan mercusuar. itu beberapa diantaranya. Ditandai dengan patok-patok bambu yang memanjang. Baja ringan mulai digunakan juga untuk penahan papan ikan asin.